Sunday, December 9, 2007

SUBSIDI BBM DAN OPSI PEMERINTAH DALAM PENYELAMATAN APBN



Kenaikan harga minyak yang akhir-akhir ini terus melonjak hingga mendekati US$100 per barel membuat pemerintah harus bekerja keras untuk meringankan beban subsidi BBM. Kenaikan harga minyak menyebabkan penerimaan migas meningkat, pada sisi lain, beban subsidi BBM ikut pula mempengaruhi neraca pengeluaran anggaran negara. Dalam kesempatan kali ini saya akan menguraikan beberapa pengertian dasar subsidi BBM, kritik mengenai subsidi BBM yang diterapkan di Indonesia, dan opsi pemerintah dalam mengatasi besarnya subsidi BBM. Namun tidak menerangkan mengenai penyebab kenaikan harga minyak dunia. Sebelum kita melangkah lebih lanjut, ada baiknya teman-teman perlu ketahui definisi BBM, Harga BBM dan Subsidi BBM berikut ini.


Definisi BBM, Harga BBM dan Subidi BBM

BBM (bahan bakar minyak): adalah jenis bahan bakar (fuel) yang dihasilkan dari pengilangan (refining) minyak mentah (crude oil). Minyak mentah dari perut bumi diolah dalam pengilangan (refinery) terlebih dulu untuk menghasilkan produk-produk minyak (oil products), yang termasuk di dalamnya adalah BBM.

Harga BBM adalah harga yang diatur oleh pemerintah dan berlaku sama diseluruh wilayah Indonesia.

Sedangkan Subbsidi BBM, sebagaimana dapat dipahami dari naskah RAPBN dan Nota Keuangan setiap tahun, adalah “pembayaran” yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia kepada PERTAMINA (pemegang monopoli pendistribusian BBM di Indonesia) dalam situasi dimana pendapatan yang diperoleh PERTAMINA dari tugas menyediakan BBM di Tanah Air adalah lebih rendah dibandingkan biaya yang dikeluarkannya untuk menyediakan BBM tersebut”. Namun apabila bernilai positif, seperti dulu sering dialami, angka itu disebut Laba Bersih Minyak.


Mekanisme dan Elemen Biaya Penyediaan BBM

Elemen biaya penyediaan BBM di dalam negeri adalah meliputi :
( i ) biaya impor minyak mentah
( ii ) biaya pembelian minyak mentah produksi dalam negeri
( iii ) biaya impor BBM
( iv ) biaya pengilangan (refening)
( v ) biaya distribusi
( vi ) biaya tak langsung

Harga minyak dunia yang terus melambung belakangan ini akan meningkatkan biaya, khususnya untuk impor minyak mentah dan impor BBM. Karena harga jual di pasar domestik harus mengikuti harga yang ditetapkan pemerintah, maka sebagai akibatnya “subsidi BBM” juga meningkat.


Perhitungan “Subsidi BBM”

Dalam naskah APBN terminologi mengenai subsidi BBM yang dikembangkan pemerintah, tidak terdapat kaitan langsung antara butur subsidi BBM dengan pendapatan minyak. Perhitungan subsidi BBM secara sederhana dapat dilakukan dengan model sebagai berikut :

a. Penjualan produk-produk BBM = Σ Volume BBM x Harga BBM

b. Biaya menghasilkan BBM = Σ Biaya (impor crude, pembelian minyak mentah dalam negeri, impor BBM, pengilangan, distribusi tak langsung).

c. Subsidi BBM = ( a ) – ( b )

Subsidi BBM terjadi apabila jumlah penjualan-penjulan produk BBM lebih kecil daripada biaya-biaya untuk menghasilkan BBM tersebut. Kenyataan yang sering terjadi saat ini adalah dimana penjualan lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan, akibatnya apabila jumlah subsidi BBM cukup besar maka keuangan negara dapat menjadi defisit.


Pengaruh Kenaikan Harga Minyak Terhadap Subsidi BBM

Pengaruh kenaikan harga minyak terhadap penerimaan negara bersumber dari contract production sharing (KPS) atau bagi hasil dari produksi bersama minyak dan gas melalui penerimaan bukan pajak (PNBP). Selain itu, kondisi itu meningkatkan pendapatan dari pajak penghasilan migas dan penerimaan lainya.

Dalam APBN 2007, pemerintah dan DPR sepakat menetapkan harga minyak US$60 dari US$63 per barel dari kesepakatan sebelumya. Produksi minyak ditetapkan menjadi 950 ribu barel per hari dari 1 juta barel. Besaran subsidi BBM dalam APBN 2007 mencapai Rp. 56,36 triliun. Menurut Panitia Anggaran DPR, jika harga minyak naik menjadi US$70 subsidi membengkak menjadi Rp. 87, 86 triliun. Jika harga naik menjadi US$80, subsidi ikut naik menjadi Rp. 119,86 triliun. Jika harga minyak naik lagi menembus batas US$100 per barel, subsidi membengkak lagi menjadi Rp. 182,36 triliun. Setiap kenaikan harga minyak US$1 per barel, subsidi BBm bertambah Rp. 3, 15 triliun.

Menurut Depkeu, apabila harga minyak dunia meningkat sebesar US$1 per barel, defisit APBN sekitar Rp. 48 miliar – Rp. 50 miliar. Angka tersebut diperoleh dari peningkatan pendapatan sekitar Rp. 3,24 triliun – Rp. 3,45 triliun dikurangi peningkatan belanja sekitar Rp. 3,19 triliun – Rp. 3,4 triliun. Dengan dasar perhitungan itu asumsi harga minyak mentah dunia yang tercatat US$90 dan bahkan bisa mencapai US$100 per barel tidak akan mengganggu APBN 2007. Bahkan memperoleh surplus Rp. 1,44 triliun – Rp. 1,92 triliun.

Menurut dengan Ditjen Minyak dan Gas, DESDM, setiap kenaikan harga ICP US$1 per barel menyebabkan keuntungan tambahan (windfall profit) sebesar Rp. 3,3 triliun dengan asumsi kurs rupiah setara Rp. 9.050 per dolar. Namun, keuntungan tersebut masih harus dipotong biaya subsidi BBM.

Kuota BBM bersubsidi dalam APBN 2007 adalah 36,1 juta kiloliter. Terdiri dari kuota premium 16,6 juta kiloliter, minyak tanah 9,6 juta kiloliter dan solar 9,9 juta kilo liter. Sehingga surplusnya tinggal 0,19 triliun untuk setiap kenaikan US$1 per barel.

Beban kenaikan harga minyak meningkat terutama akibat subsidi BBM dan listrik yang memiliki alokasi cukup besar dalam APBN. Subsidi dalam APBN 2007 sebesar Rp. 105,023 triliun yang terdiri dari subsidi energi Rp. 88,48 triliun dan subsidi non energi Rp. 16,805 triliun. Subsidi energi itu terdiri dari subsidi BBM Rp. 55,604 triliun dan subsidi listrik Rp. 32,44 triliun.

Jika kebutuhan minyak untuk subsidi listrik dimasukkan, dampaknya secara keseluruhan menjadi negatif. Sebab belanja subsdi BBM termasuk BBM untuk PLN membengkak. Setiap kenaikan US$1, ongkos subsidi ke PLN naik Rp. 600 miliar. Menyadari beban subsidi BBM yang terus membengkak, pemerintah cukup harus berani mengambil keputusan yang bijaksana dan populer.


Kritik Terhadap Istilah “Subsidi BBM”
Subsidi BBM adalah aliran dana dari pemerintah ke PERTAMINA. Pendapatan minyak adalah aliran dana dari penjulan minyak mentah milik pemerintah, yang diterimakan ke rekening Departemen Keuangan. Sebagian besar kegiatan penjualan minyak mentah dan penyediaan BBM dilakukan oleh PERTAMINA.

Kritik yang diajukan oleh masyarakat pada umumnya adalah dimana letaknya pendapatan minyak dalam akuntansi subsidi BBM yang dilakukan pemerintah ? Mengapa tidak memasukkan pendapatan pendapatan minyak sebagai bagian (sisi input) dari mekanisme perhitungan subsidi BBM tersebut?

Dengan memasukkan pendapatan minyak ke dalam perhitungan, maka industri minyak di Indonesia selalu menghasilkan surplus. Disisi lain, masyarakat masih memiliki kesan bahwa Indonesia adalah negara ekspor, sehingga seharusnya kenaikan harga minyak dunia memberikan “windfall profit” atau keuntungan tambahan bagi Indonesia, bukannya beban subsidi BBM yang besar.

Dari teori sumber daya alam, memasukkan pendapatan minyak ke dalam model perhitungan “subsidi BBM” adalah hal logis dan fair, karena “produksi dari alam” merupakan bagian dari keseluruhan proses produksi. Industri sumber daya alam seperti minyak bumi yang sifatnya dari alam tidak tepat bila diperlakukan sama dengan industri pemrosesan atau manufaktur. Juga dalam menggunakan terminologi “subsidi” tersebut.

Namun demikian, ada pertimbangan lain bahwa minyak mentah merupakan komoditi yang dapat diperdagangkan secara internasional (internationally tradable), sehingga membiarkan minyak mentah dikonsumsi secara “murah” di dalam negeri juga bukan merupakan tindakan yang bijaksana. Menghitung harga minyak mentah di dalam negeri hanya dari biaya produksinya saja juga tidak tepat, karena selain kehilangan kesempatan (opportunity losses) bila harga minyak bumi di pasar internasional meningkat tinggi. Dalam APBN, membiarkan penerimaan minyak tetap seperti semula (pos penerimaan sumber daya alam migas dan pos penerimaan pajak migas) akan membuat “penyaluran/pemanfaatan” dari penerimaan itu untuk membiayai program-program pembangunan yang lain menjadi lebih leluasa dan tidak dibatasi hanya untuk memenuhi pos “subsidi BBM” saja. Dalam situasi dimana pendapatan migas masih menjadi penerimaan negara, mempertahankan pos penerimaan migas di satu jalur dan “subsidi BBM” di jalur lain adalah yang lebih tepat.


Apakah Subsidi BBM perlu Dihapuskan?

Subsidi BBM diberikan oleh pemerintah kepada PERTAMIN dalam bentuk aliran uang (cash). Pola ini mengandung kelemahaan bahwa subsidi BBM tidak tepat menjangkau kelompok masyarakat yang lebih pantas memperoleh subsidi. Tidak mendorong PERTAMIMA lebih efisien dalam menjalankan tugasnya menyediakan BBM di tanah air. Beberapa studi juga menyatakan bahwa subsidi BBM yang dilakukan pemerintah tidak mengena pada kelompok yang dituju.

Orang kaya memiliki banyak kendaraan, sedangkan orang miskin tidak memiliki sama sekali kendaraan bermotor, dan sektor industri dengan BBM subsidi yang sama, padahal ketiganya memiliki kebutuhan BBM yang sangat berbeda dan timpang.

APBN sesungguhnya adalah uang rakyat, maka usaha mempertahankan subsidi BBM justru berarti pemborosan uang rakyat. Subsidi sebaiknya diberikan kepada kelompok masyarakat tidak mampu dalam bentuk keuangan, pendidikan, kesehatan, penciptaan kegiatan ekonomi lokal secara langsung dan sebagainya bukan dengan beban pada harga BBM yang dinikmati oleh mayoritas orang kaya.

Apakah subsidi BBM perlu dihapuskan? Pertanyaan ini cukup kontroversi. Terlepas dari pengertian “subsidi”, Subsidi BBM dapat tetap dilakukan apabila sasaran subsidi tesebut memang tepat mengena. Dan Subsidi BBM dapat diganti dengan cara pemberian dana pendidikan, kesehatan namun cara ini apakah merupakan cara yang efektif dan efisien mengingat akan memperpanjang birokrasi dan kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Sangat ironis saat subsidi sebesar Rp. 68,7 triliun pada tahun 2007 yang sesungguhnya dapat lebih bermanfaat apabila dipergunakan misalnya untuk pendidikan, kesehatan dan sebagainya malah dipakai untuk membiayai bahan konsumsi yang menjadi salah satu penyumbang emisi dan menyebabkan pemanasan global.


Opsi Pemerintah Dalam Penyelamatan APBN

Pemerintah melalukan berapa langkah atau opsi dalam mengatasi beban Subsidi ini. Diantara opsi-opsi tersebut adalah :

1. Efisiensi BBM

Pola konsumsi BBM kita termasuk dalam kategori boros dibanding negara-negara Asia lainnya. Sektor transportasi merupakan sektor terbesar yang menggunakan BBM. Sistem transportasi yang buruk, faktor yang mengakibatkan rendahnya efisiensi BBM di Indonesia adalah mesin-mesin tua industri, pemakaian solar yang terlalu besar untuk pembangkit tenaga listrik, juga penggunaan minyak tanah bersubsidi yang terlalu besar. Pemerintah harus segera mengambila langkah kongkret. Opsi yang dilakukan misalnya dengan cara membatasi jumlah penjualan kendaraan bermotor di Indonesia, mengganti mesin-mesin industri yang sudah tua dan sebagainya. Di tahun 2008 di sebagian SPBU penggunaan premium diganti dengan premium beroktan 90 atau disebut Pertamax dimulai dari SPBU di Jakarta dan diikuti di kota-kota besar di Indonesia. Dengan cara ini pemerintah dapat menghemat sebesar Rp. 4 – Rp. 5 triliun.

2. Mengadakan Disparitas Harga

Pemerintah membedakan harga untuk kendaraan umum dan kendaraan pribadi. Untuk kendaraan pribadi harga dinaikkan, sedangkan untuk kendraaan umum harga tetap. Opsi ini sepertinya kurang efektif, akibat yang ditimbulkannya adalah masih ada celah bagi konsumen atau sopir-sopir angkutan untuk melakukan korupsi atau pengoplosan minyak, dan kecurangan-kecurangan lain.

3. Peningkatan Produksi minyak nasional

Untuk tahun 2007 ini sepertinya langkah ini tidak terlalu banyak berpengaruh karena kita sudah berada di ujung tahun. Target yang ditetapkan pemerintah untuk menaikkan produksi nasional hingga 950 ribu barel per hari tampaknya terus diupayakan walaupun agak sulit kenyataanya. Untuk tahun 2008, pemerintah menaikkan target produksi (lifting) 1.034 juta barel per hari. Cara ini tentu harus banyak faktor yang ditempuh diantaranya dengan membangun infrastruktur energi di tanah air dan terus menggali potensi produksi nasional.

4. Penghematan dan Peningkatan Kinerja pada sektor anggaran lain

Untuk mengurangi besarnya beban subsidi yang ditimbulkan, pemerintah juga harus melakukan opsi ini yaitu melakukan penghematan belanja lembaga dan kementrian. Kemungkinan dapat terjadi underspending (belanja tidak terserap) dan sisanya dapat dipakai untuk menutup penambahan subsidi tanpa harus melebarkan defisit.

5. Memperbaiki Kinerja PLN dan Pertamina

PLN dan Pertamina adalah penyumbang biaya energi terbesar. Untuk itu harus dilakukan berbagai upaya dan kebijakan untuk mengelola dua BUMN ini. Dalam melakukan penghematan tenga listrik pemerintah misalnya telah berencana membagikan lampu hemat energi kepada masyarakat sebanyak 50 juta buah pada tahun 2008. Investasi pembangkitan kelistrikan non BBM juga harus dikembangkan. Pemerintah harus memberikan insentif yang memadai untuk memberikan kesempatan bagi investor untuk menanamkan modalnya di bidang ini. Jika pemerintah mempercepat pembangunan proyek pembangkit listrik 10 ribu Mw, beban subsidi yang terasa berat dapat ditekan.

6. Optimalisasi Target Penerimaan Pajak dan Deviden BUMN

Target PPh dinaikkan Rp. 9 triliun, cukai Rp. 1 triliun dan usaha ekstra Ditjen pajak ditambah Rp. 5 triliun. Pertamina diperkirakan mendapat windfall profit sebesar Rp. 9 triliun dan pemerintah akan mengambil dari devidennya. .

7. Menaikkan Harga BBM

Opsi ini merupakan opsi yang tidak populer dan sangat memberatkan bagi masyarakat. Apalagi jelang Pemilu 2009, tentu sangat berpengaruh bagi kepemimpinan sekarang. Namun opsi ini dapat dilakukan bila pemerintah telah mempertimbangkannya dengan baik dan tidak merugikan masyarakat. Pemerintah dapat menetapkan harga sesuai dengan mekanisme pasar. Cara ini sebenarnya dapat mengurangi disparitas atau perbedaan harga antara harga impor minyak mentah dan BBM dan harga jual BBM di dalam negeri.

8. Substitusi BBM dan Mempercepat Konversi Energi dengan Energi Alternatif

Opsi ini sebenarnya sudah dilakukan oleh berbagai pihak dari tahun-tahun sebelumnya, namun hingga sekarang belum membuahkan hasil yang nyata. Opsi ini merupakan opsi yang paling efektif karena BBM merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui dan di Indonesia mempunyai beberapa sumber energi alternatifnya. Sumber energi tersebut juga berasal dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui atau (renewables).

- Substitusi BBM dengan Energi Lain
Kita mempunyai cadangan gas bumi dan batubara yang cukup besar, kenapa kita tidak memanfaatkannya? Penggunaan sumber daya ini sebenarnya masih cukup terbuka. Pemerintah harus menekan ekspor sumber daya ini dan menggunakan untuk keperluan bangsa. Langkah yang telah ditempuh pemerintah diantaranya konversi penggunaan minyak tanah dengan kompor dan tabung gas merupakan cara yang lumayan efektif. Walau pemerintah terkesan kurang siap dengan pengadaan kompor dan tabung gas melalui impor.

- Mempercepat Konversi dengan Energi Alternatif / Diversifikasi Energi
Dulu sudah ada peneliti-peneliti untuk mengembangkan berbagai energi alternatif, namun hingga sekarang kabar-kabar tersebut jarang terdengar dan tidak terlalu cepat pengembangannya. Memang hal ini cukup rumit, karena masih dalam tahap penelitian dan pengembangan. Diantara diversifikasi energi dengan menggunakan energi alternatif tersebut misalnya menggunakan bio diesel untuk mengganti solar, menggunakan tenaga matahari, tenaga air, dan tenaga angin yang jumlahnya cukup banyak tersedia di Indonesia.

9. Penerbitan Obligasi dan SUN (Surat Utang Negara)

Opsi ini dilakukan apabila negara benar-benar dalam kesulitan dan dalam keadaan defisit.

2 comments:

mridbay said...

Pertamax, :D
Mas boleh tukeran link gak nih
http://www.digithalia.com, Link Mas udah saya taro ya..

quallesqy said...

1. http://quallesqy.blogspot.com/2008/05/bbm-naik-lagi.html
2. http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0305/14/ekonomi/312498.htm
3. http://www.korantempo.com/news/2003/5/14/Ekonomi%20dan%20Bisnis/19.html
4. http://www.antara.co.id/arc/2008/5/4/kenaikan-harga-bbm-akan-menambah-pengangguran-jadi-60-juta/
5. http://www.suarapembaruan.com/News/2008/05/15/Utama/ut01.htm

Kalau dilihat dari artikel2 diatas, dapat disimpulkan bahwa kenaikan harga BBM ini diakibatkan liberalisasi ekonomi di bidang MIGAS, yang khusus MIGAS sudah direncanakan pemerintah sejak tahun 2001! dengan Undang-undang Minyak dan Gas Nomor 22 tahun 2001. UU ini kemudian di perkuat dengan dibentuknya Badan Pengatur Minyak Bumi dan Gas tahun 2003!.

Pada artikel (2) jelas-jelas disebutkan tujuan dari Liberalisasi MIGAS ini dan apa dampaknya terhadap masyarakat. Berikut cuplikan langsung dari artikel tersebut:

Liberalisasi sektor hilir migas membuka kesempatan bagi pemain asing untuk berpartisipasi dalam bisnis eceran migas. Bisnis itu selama ini dikuasai oleh Pertamina.

Namun, liberalisasi ini berdampak mendongkrak harga bahan bakar minyak (BBM) yang disubsidi pemerintah. Sebab kalau harga BBM masih rendah karena disubsidi, pemain asing enggan masuk.

Pencabutan subsidi ini seharusnya sudah selesai pada tahun 2004 yang lalu, baca artikel (1).

Lebih lanjut di majalah Trust, edisi 11/2004 (saya tidak dapat link ataupun versi onlinenya, jadi saya cuplik langsung dari beberapa website diatas) Dirjen Migas Dept. ESDM, Iin Arifin Takhyan, mengatakan sudah terdapat 105 perusahaan yang sudah mendapat izin untuk bermain di sektor hilir migas, termasuk membuka stasiun pengisian BBM untuk umum (SPBU). Ini di tahun 2004 loh!.

Jadi, apa yang terjadi saat ini adalah apa yang dilakukan pemerintah di masa lalu yang pemerintahan sekarang tidak memiliki keberanian melakukan perubahan.

Ingat! ini baru dari MIGAS, akan ada lagi liberalisasi lainnya, diantaranya yang sudah terjadi adalah liberalisasi perbankan (privatisasi bank-bank pemerintah), telekomunikasi (privatisasi Indosat), jalan TOL (beneran, coba aja perhatikan, sebentar lagi pasti ada jalan TOL milik asing), dan Air (baca : http://www.kompas.com/index.php/read/xml/2008/05/12/0034253/mimpi.berharap.air.bersih.siap.minum).

Kita lihat UUD'45 yang kita bangga-banggakan:
BAB XIV
Kesejahteraan Sosial
Pasal 33
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.