Tuesday, December 25, 2007

Pemanasan Global dan Dampak Yang Ditimbulkannya



















Akhir-akhir ini kita sering mersakan cuaca yang sering berubah-ubah. Kadang kala hujan, kadang kala kering. Dulu kita bisa memprediksi bahwa pada bulan Oktober – Pebruari adalah musim hujan, namun kini prediksi itu tidak bisa tepat lagi. Kadang kala dalam satu tahun musim hujan datang lebih lama dan musim kemarau lebih sedikit siklusnya dan juga sebaliknya. Perubahan cuaca juga kita rasakan di kota-kota yang dulunya sejuk, kini suhunya semakin panas. Semua yang kita rasakan tersebut merupakan suatu fenomena alam yang disebut perubahan iklim. Pemanasan Global (global warming) menjadi salah satu penyebab perubahan iklim tersebut. Pada tanggal 03 sampai dengan 14 Desember kemarin, terjadi suatu agenda besar dalam rangka penyelamatan bumi yaitu Konferensi Perubahan Iklim atau Climate Change Conferention yang bertempat di Nusa Dua Bali yang diikuti lebih dari 186 Negara. Baiklah sebelum lebih jauh melangkah mari kita ikuti satu demi satu uraian di bawah ini :


Pemanasan Global

Definisi

Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya suhu rata-rata di atmosfer, laut dan daratan Bumi.

Temperatur rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan temperatur rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca atau GRK akibat aktivitas manusia" melalui efek rumah kaca.

IPCC

IPCC adalah sebuah panel antar-pemerintah yang terdiri dari ilmuwan dan ahli dari berbagai disiplin ilmu di seluruh dunia. Tugasnya menyediakan data-data ilmiah terkini yang menyeluruh, tidak berpihak dan transparan mengenai informasi teknis, sosial, dan ekonomi yang berkaitan dengan isu perubahan iklim. Termasuk informasi mengenai sumber penyebab perubahan iklim, dampak yang ditimbulkan serta strategi yang perlu dilakukan dalam hal pengurangan emisi, pencegahan, dan adaptasi.

Penyebab pemanasan global

1. Efek rumah kaca

Sebagian panas yang terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbondioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Hal tersebut terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat. Inilah yang disebut efek rumah kaca. Dengan tingginya kadar CO2 yang dimuntahkan oleh pabrik-pabrik dan kendaraan bermotor, maka permukaan bumi merupakan rumah kaca dalam skala global. CO2 merupakan salah satu contoh emisi. Emisi itu sangat beragam: CO, CO2, SO2, H2S, CS2 dan CFC. CO2 dan CFC tidak beracun, sedangkan yang lain semuanya beracun. Namun yang berbahaya secara global justru yang tidak beracun. CFC merusak lapisan ozon perisai yang ditempatkan di angkasa utuk melindungi bumi dari sengatan fraksi ultra violet yang berbahaya dari photon (sinar matahari). Sedangkan Gas Rumah Kaca CO2 itulah yang memegang peranan dalam hal pemanasan global. Ruang antara lapisan CO2 dengan permukaan bumi tak ubahnya ibarat ruang dalam rumah kaca, menjadi perangkap panas, oleh karena sifat gas CO2 sama dengan kaca, gampang ditembus photon, tetapi sukar ditembus panas.

Sebenarnya, efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin (mencapai -180 C)[3] sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi, akibat jumlah gas-gas tersebut telah berlebih di atmosfer, pemanasan global menjadi akibatnya.



2. Efek umpan balik

Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan radiasi infra merah balik ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat).

Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es.Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersama dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air dibawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.

Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.

Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.


Dampak pemanasan global

1. Cuaca

Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat. Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan.

Pada tahun 2005 terjadi peningkatan suhu di dunia 0,6-0,70 ° C sedangkan di Asia lebih tinggi, yaitu 10. selanjutnya adalah ketersediaan air di negeri-negeri tropis berkurang 10-30 persen dan melelehnya Gleser (gunung es) di Himalaya dan Kutub Selatan. Secara general yang juga dirasakan oleh seluruh dunia saat ini adalah makin panjangnya musim panas dan makin pendeknya musim hujan, selain itu makin maraknya badai dan banjir di kota-kota besar (el Nino) di seluruh dunia. Serta meningkatnya cuaca secara ekstrem, yang tentunya sangat dirasakan di negara-negara tropis. Jika ini kita kaitkan dengan wilayah Indonesia tentu sangat terasa, begitu juga dengan kota-kota yang dulunya dikenal sejuk dan dingin makin hari makin panas saja. Contohnya di Jawa Timur bisa kita rasakan adalah Kota Malang, Kota Batu, Kawasan Prigen Pasuruan di Lereng Gunung Welirang dan sekitarnya, juga kawasan kaki Gunung Semeru. Atau kota-kota lain seperti Bogor Jawa Barat, Ruteng Nusa Tenggara, adalah daerah yang dulunya dikenal dingin tetapi sekarang tidak lagi.



2. Kenaikan permukaan laut

Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang (Rob) akan meningkat di daratan.

Pulau-pulau kecil terluar bisa lenyap dari peta bumi, sehingga garis kedaulatan negara bisa menyusut. Dan diperkirakan dalam 30 tahun mendatang sekitar 2.000 pulau di Indonesia akan tenggelam. Bukan hanya itu, jutaan orang yang tinggal di pesisir pulau kecil pun akan kehilangan tempat tinggal. Di Indonesia peningkatan suhu itu berwujud tanda yang kasatmata adalah menghilangnya salju yang dulu menyelimuti satu-satunya tempat bersalju di Indonesia, yaitu Gunung Jayawijaya di Papua. Menurut hasil studi yang dilakukan ilmuwan di Pusat Pengembangan Kawasan Pesisir dan Laut, Institut Teknologi Bandung (2007), jika suhu bumi terus meningkat, maka diperkirakan, pada tahun 2050 daerah-daerah di Jakarta (seperti: Kosambi, Penjaringan, dan Cilincing) dan Bekasi (seperti : Muaragembong, Babelan, dan Tarumajaya) akan terendam semuanya.


3. Pertanian

Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.

4. Hewan dan tumbuhan

Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.

Dampak lainnya adalah dari hasil penelitian Global Coral Reef Monitoring Network menunjukkan, lebih dari dua pertiga terumbu karang di seluruh dunia telah rusak, bahkan terancam punah. Ancaman ini tak lain karena adanya pemanasan global yang tengah terjadi. Berbagai ancaman dapat berisiko bagi kelangsungan terumbu karang, semisal polusi, pencemaran, penangkapan ikan berlebihan, kenaikan temperatur, dan penggunaan sianida dan bom untuk menangkap ikan.


5. Kesehatan manusia

Di dunia yang hangat, para ilmuan memprediksi bahwa lebih banyak orang yang terkena penyakit atau meninggal karena stress panas. Wabah penyakit yang biasa ditemukan di daerah tropis, seperti penyakit yang diakibatkan nyamuk dan hewan pembawa penyakit lainnya, akan semakin meluas karena mereka dapat berpindah ke daerah yang sebelumnya terlalu dingin bagi mereka. Saat ini, 45 persen penduduk dunia tinggal di daerah di mana mereka dapat tergigit oleh nyamuk pembawa parasit malaria; persentase itu akan meningkat menjadi 60 persen jika temperature meningkat. Penyakit-penyakit tropis lainnya juga dapat menyebar seperti malaria, seperti demam dengue, demam kuning, dan encephalitis. Para ilmuan juga memprediksi meningkatnya insiden alergi dan penyakit pernafasan karena udara yang lebih hangat akan memperbanyak polutan, spora mold dan serbuk sari.

Meningkatnya suhu ini, ternyata telah menimbulkan makin banyaknya wabah penyakit endemik “lama dan baru” yang merata dan terus bermunculan; seperti leptospirosis, demam berdarah, diare, malaria. Padahal penyakit-penyakit seperti malaria, demam berdarah dan diare adalah penyakit lama yang seharusnya sudah lewat dan mampu ditangani dan kini telah mengakibatkan ribuan orang terinfeksi dan meninggal.




Pengendalian pemanasan global

Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca. Pertama, mencegah karbon dioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen karbon-nya di tempat lain. Cara ini disebut carbon sequestration (menghilangkan karbon). Kedua, mengurangi produksi gas rumah kaca.

1. Menghilangkan karbon

Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbondioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbondioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya. Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan telah mencapai level yang mengkhawatirkan. Di banyak area, tanaman yang tumbuh kembali sedikit sekali karena tanah kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk kegunaan yang lain, seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah untuk mengatasi hal ini adalah dengan penghutanan kembali yang berperan dalam mengurangi semakin bertambahnya gas rumah kaca.



2. Mengurangi produksi Gas Rumah Kaca (GRK)

Gas karbondioksida juga dapat dihilangkan secara langsung. Caranya dengan menyuntikkan (menginjeksikan) gas tersebut ke sumur-sumur minyak untuk mendorong agar minyak bumi keluar ke permukaan (lihat Enhanced Oil Recovery). Injeksi juga bisa dilakukan untuk mengisolasi gas ini di bawah tanah seperti dalam sumur minyak, lapisan batubara atau aquifer. Hal ini telah dilakukan di salah satu anjungan pengeboran lepas pantai Norwegia, di mana karbondioksida yang terbawa ke permukaan bersama gas alam ditangkap dan diinjeksikan kembali ke aquifer sehingga tidak dapat kembali ke permukaan. Ada juga melalui cara Carbon Sink. Carbon Sink adalah penyerapan atau perosotan karbon. Penyerapan disini mengacu pada penggunaan pohon, tanah, dan laut untuk menyerap karbon dari permukaan udara.



Beberapa Agenda Penyelamatan Bumi

Protokol Kyoto

Protokol Kyoto dari Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Perubahan Iklim (Kyoto Protocol to The United Nations Framework Convention on Climate Change) adalah kesepakatan yang mengatur upaya penurunan emisi GRK oleh negara maju, secara individu atau bersama-sama. Protokol ini disepakati pada Konferensi Para Pihak Ketiga (COP III) yang diselenggarakan di Kyoto pada Desember 1997.

Setelah tahun 1997, para perwakilan dari penandatangan Protokol Kyoto bertemu secara reguler untuk menegoisasikan isu-isu yang belum terselesaikan seperti peraturan, metode dan pinalti yang wajib diterapkan pada setiap negara untuk memperlambat emisi gas rumah kaca. Para negoisator merancang sistem di mana suatu negara yang memiliki program pembersihan yang sukses dapat mengambil keuntungan dengan menjual hak polusi yang tidak digunakan ke negara lain. Sistem ini disebut perdagangan karbon. Sebagai contoh, negara yang sulit meningkatkan lagi hasilnya, seperti Belanda, dapat membeli kredit polusi di pasar, yang dapat diperoleh dengan biaya yang lebih rendah.

Protokol Kyoto adalah sarana teknis untuk mencapai tujuan Konvensi Perubahan Iklim. Jadi protokol ini menetapkan sasaran penurunan emisi oleh negara industri sebesar 5% di bawah tingkat emisi 1990 dalam periode 2008-2012.

Yang Diatur dalam Protokol Kyoto

Protokol Kyoto terdiri dari 28 pasal dan dua lampiran (annex) serta menetapkan penurunan emisi GRK akibat kegiatan manusia, mekanisme penurunan emisi, kelembagaan, serta prosedur penataan dan penyelesaian sengketa. Annex A mencantumkan jenis GRK yang diatur protokol yaitu : karbondioksida (C02), metana (CH4), nitrogen oksida (N20), hidrofluorokarbon (HFC), Perfluorokarbon (PFC) dan sulfur heksaflourida (SF6) beserta sumber emisinya seperti pembangkit energi, proses industri, pertanian dan pengolahan limbah.

Negara berkembang tidak diwajibkan menurunkan emisi tetapi bisa melakukannya secara sukarela dan diminta melaksanakan pembangunan berkelanjutan yang lebih bersih dan lebih ramah iklim. Untuk itu, negara maju diwajibkan memfasilitasi alih teknologi dan menyediakan dana bagi program pembangunan berkelanjutan yang ramah iklim.

Mekanisme Protokol Kyoto

Protokol Kyoto menyatakan bahwa negara Annex I pada Konvensi Perubahan Iklim harus mengurangi emisi melalui kebijakan dan langkah-langkah di dalam negeri, antara lain meningkatkan efisiensi penggunaan energi, perlindungan perosot (peresap) GRK, teknologi yang ramah iklim dsb. Selain itu, untuk memudahkan negara maju memenuhi sasaran penurunan emisi, Protokol Kyoto juga mengatur mekanisme fleksibel, yakni:

1. Implementasi Bersama (Joint Implementation);

Yaitu mekanisme penurunan emisi dimana negara-negara Annex I dapat mengalihkan pengurangan emisi melalui proyek bersama dengan tujuan mengurangi emisi

2. Perdagangan Emisi (Emission Trading);

Ini adalah mekanisme perdagangan emisi yang hanya dapat dilakukan antar negara industri untuk memudahkan mencapai target. Negara industri yang emisi GRK-nya di bawah batas yang diizinkan dapat menjual kelebihan jatah emisinya ke negara industri lain yang tidak dapat memenuhi kewajibannya. Namun, jumlah emisi GRK yang diperdagangkan dibatasi agar negara pembeli emisi tetap memenuhi kewajibannya.

3. Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism--CDM)

Pasal 12 Protokol Kyoto menguraikan prosedur penurunan emisi GRK dalam rangka kerja sama negara industri dengan negara berkembang. Mekanisme ini diharapkan membantu negara Annex I mencapai target pengurangan emisi dan negara non Annex I dapat melaksanakan program pembangunan berkelanjutan. Caranya adalah negara Annex I melakukan investasi dalam program pengurangan emisi atau program yang berpotensi mengurangi emisi dan/atau menyerap GRK di negara berkembang. Hasilnya akan dihitung sebagai pengurangan emisi di negara Annex I yang melakukan investasi tersebut. Mekanisme ini melibatkan berbagai persyaratan dan diawasi oleh sebuah badan operasional (Executive Board) yang ditunjuk COP. Dalam pelaksanaannya CDM adalah murni bisnis jual beli emisi.

Negara Annex I dan Negara Non-Annex I

Negara Annex I adalah negara-negara yang telah menyumbangkan pada GRK akibat kegiatan manusia sejak revolusi industri tahun 1850-an, yaitu: Amerika Serikat, Australia, Austria, Belanda, Belarusia, Belgia, Bulgaria, Ceko, Denmark, Estonia, Finlandia, Federasi Rusia, Jerman, Hongaria, Irlandia, Italia, Inggris, Islandia, Jepang, Kanada, Kroasia, Latvia, Liechtenstein, Lithuania, Luxemburg, Monako, Norwegia, Polandia, Portugal, Perancis, Rumania, Selandia Baru, Slovakia, Slovenia, Spanyol, Swedia, Swiss, Turki, Ukraina, Uni Eropa dan Yunani.

Sedangkan Negara Non-Annex I adalah negara-negara yang tidak termasuk dalam Annex I, yang kontribusinya terhadap GRK jauh lebih sedikit serta memiliki pertumbuhan ekonomi yang jauh lebih rendah. Indonesia termasuk dalam negara Non-Annex I.



Climate Change Conferention – Konferensi Perubahan Iklim di Nusa Dua Bali

Setelah melalui perundingan alot dan perpanjangan waktu, akhirnya semua delegasi Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim (UNCCC) menyepakati "Bali Road Map" (Peta Jalan Bali), termasuk delegasi Amerika Serikat yang semula menolak. Konferensi ini berlangsung dari tanggal 03 hingga 14 Desember 2007.

Dengan disetujuinya "Bali Road Map" sebagai kerangka awal, maka pembahasan sistem pengaturan baru perubahan iklim pascaperiode pertama Protokol Kyoto 2012 bisa digelar di Polandia tahun 2008 mendatang.

Hal itu mengemuka pada sidang pleno penutupan Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim di Bali International Convention Center (BICC) Nusa Dua Bali, Sabtu (15 Desember 2007). Konferensi tersebut seharusnya berakhir Jumat (14 Desember 2007), namun alotnya perundingan karena tarik ulur kepentingan negara maju dan berkembang untuk mencapai kesepakatan, memaksa digelarnya perpanjangan waktu.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan, hasil dari konferensi tersebut telah menggoreskan sejarah baru dengan keberhasilan bersama mewadahi seluruh negara dalam satu payung kesepakatan untuk upaya perubahan iklim. "Di samping Australia yang telah meratifikasi Protokol Kyoto sebelum konferensi dimulai, Amerika pun setuju melangkah bersama-sama menuju penyelesaian akhir ’Bali Road Map’ di Kopenhagen 2009 mendatang. Ini adalah capaian yang baik untuk masa depan dunia," ungkapnya.


Isu Penting yang dibahas dalam Konferensi

1. Dana dan Pelaksanaan Program Adaptasi Perubahan Iklim
2. Pengurangan Emisi dari Kerusakan Hutan di Negara Berkembang/ Reducing
Emission from Deforestation in Developing Country (REDD)
3. Transfer Teknologi


Langkah-langkah Positif

Nyepi

Nyepi yang bagi umat Hindu adalah ritual perenungan menjelang tahun baru Caka diajukan menjadi World Silent Day karena berhasil menghentikan pencemaran secara signifikan dalam dimensinya yang lebih universal. Tak banyak yang menyadari kalau kegiatan ini ternyata memberikan kontribusi yang cukup besar dalam mengurangi emisi gas CO2 yang selama ini cukup menyiksa bumi dan segala kehidupan didalamnya. Ada beberapa alasan logis yang terkandung dalam Hari Raya Nyepi, misalnya : sebanyak 1 juta unit kendaraan tidak mengkonsumsi rata-rata 4 liter bensin se hari dan minimal 80 pesawat tidak mengkonsumsi avtur sebanyak 1.600 kiloliter. 1 liter bensin atau avtur menghasilkan 2,4 kilogram CO2. Jadi, sebanyak 13,5 ton persegi CO2 telah berkurang selama Nyepi. Kegiatan seperti Nyepi ini akan berpengaruh besar apabila tidak dilakukan hanya di Bali, melainkan di seluruh penjuru dunia.


Penanaman Pohon Kembali

Pohon adalah paru-paru dunia. Begitu penting peran pohon bagi kehidupan manusia. Bukan hanya sekadar mengendalikan air di dalam tanah dan permukaan bumi, tidak banjir di musim hujan dan tidak kering di musim kemarau. Akan tetapi, dan ini yang lebih penting, adalah untuk terjadinya daur: tumbuh-tumbuhan penghasil oksigen, yang membutuhkan CO2 - manusia dan binatang penghasil CO2, yang membutuhkan oksigen. Penanaman sejuta pohon merupakan program yang sangat baik untuk memerperbaiki bumi yang semakin lama semakin gundul. Banyak sekali hutan yang habis ditebang tanpa manfaat dengan baik.

Penanaman sepuluh juta pohon seperti yang dicanangkan Ibu Ani Susilo Bambang Yudhoyono dalam Gerakan Tanam dan Pelihara Sepuluh Juta Pohon merupakan langkah awal dalam mengurangi emisi.

Indonesia menargetkan menanam lima juta hektar hingga 2009. Dengan gerakan ini akan ditanam 13 juta pohon yang setara dengan 26.000 hektar. Sehingga saat usia tanaman telah 6-7 tahun pohon ini dapat menyerap 200 ton karbon per hektar,".

Pengurangan Ketergantungan

Pemicu utamanya pemanasan global adalah meningkatnya emisi karbon, akibat penggunaan energi fosil (bahan bakar minyak, batubara dan sejenisnya, yang tidak dapat diperbarui). Penghasil terbesarnya adalah negeri-negeri industri seperti Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Kanada, Jepang, China, dll. Ini diakibatkan oleh pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat negera-negara utara yang 10 kali lipat lebih tinggi dari penduduk negara selatan. Untuk negara-negara berkembang meski tidak besar, ikut juga berkontribusi dengan skenario pembangunan yang mengacu pada pertumbuhan. Memacu industrilisme dan meningkatnya pola konsumsi tentunya, meski tak setinggi negara utara. Industri penghasil karbon terbesar di negeri berkembang seperti Indonesia adalah perusahaan tambang (migas, batubara dan yang terutama berbahan baku fosil).

Sudah saatnya kita mulai menggunakan energi bahan bakar alternatif yang tidak hanya dari bahan energi fosil, misalnya untuk kebutuhan memasak. Menggunakan energi biogas (gas dari kotoran ternak) seperti yang dilakukan komunitas merah putih di Kota Batu. Desentraliasasi energi memang harus dilakukan agar menghantarkan kita pada kedaulatan energi dan melepas ketergantungan pada sentralisasi energi yang pada akhirnya harganya pun makin mahal saja. Selain itu kita juga sudah harus merubah pola konsumsi kita yang boros terhadap bahan bakar fosil karena lama-kelamaan bahan bakar tersebut akan habis.


Pesan

Dunia yang kita huni ini bukan hanya untuk beberapa tahun saja. Bukan hanya untuk kita saja. Generasi kita jugalah yang akan menikmati kehidupan di dunia ini. Kalau bukan kita yang akan menjaga dan merawat bumi ini siapa lagi. Sejak dini mulailah kita memperbaiki sikap kita, mulailah kita ramah terhadap lingkungan, mulailah kita bersikap arif terhadap bumi. Bila tidak dari sekarang, kita akan merasakan dampak yang sangat besar untuk generasi-generasi mendatang. Pemanasan global bukanlah disebabkan oleh alam, pemanasan global sebenarnya karena ulah manusia yang semakin serakah, semakin tidak ramah terhadap lingkungan seperti dalam Al Qur’an Surat Ar Ruum ayat 41, yang artinya : Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).


Sumber : Dari berbagai sumber, diolah.

2 comments:

Abu Hafidzan said...

Untuk mengurangi pemanasan global, mari kita kurangi CO2, baik dari kendaraan bermotor, listrik, ataupun industri. Saya membaca satu poster di salah satu industri elektronik besar di Bekasi, bahwa “setiap penghematan listrik 1 KWh = pengurangan CO2 sebesar 0,712 Kg”, berarti setiap orang bisa ikut aktif dalam mengurangi pemanasan global, paling tidak dengan menghemat pemakaian listrik setiap bulannya.
Dari manakah penghematan signifikan yang bisa kita dapat? Menurut penelitian yang dilakukan oleh salah satu BUMN di gedung2 komersial, pemakaian mesin pendinginlah (AC, chiller) yang paling besar memakai daya listrik, sekitar 60-70% dari seluruh tagihan listriknya.
http://www.globalindoprima.com

Jemiro said...

Saya hanya inggin bertanya nih mas, kemarin saya baca suatu artikel tentang "global warming" disana dikatakan 700 ilmuan mengklaim bahwa Global warming bukanlah handmade! artinya bukan karena perbuatan manusia, melaikan sebuah kondisi alam. Sebenarnya saya kurang setuju dengan pernyataan tersebut. mereka mengaskan bahwa yang perlu di kwatirkan bukanlah global warming tersebut, melainkan "global cooling", pertanyaan saya, apakah benar pernyataan tersebut?? kalau ia, apakah global warming dapat memicu global cooling?? thx be4 ^^