Tuesday, August 17, 2010

Ramadhan Bulan “Jihad”, Bukan “Hari Tidur”

Pertama-tama saya ucapkan selamat menjalankan ibadah puasa kepada teman-teman yang menjalankannya. Alhamdulillah, kita masih bisa bertemu kembali di bulan Ramadhan ini. Mudah-mudahan kita diberi kekuatan menjalan ibadah puasa ini hingga hari kemenangan tiba, amin..Kali ini saya akan memforward sebuah artikel kecil.

Thariq bin Ziyad, Shalahuddin al Ayyubi dan Rasullullah menjadikan Ramadhan sebagai bulan “perang”. Eh, kita malah tidur!


SALAH SATU kebiasaan buruk selama Ramadhan adalah memperpanjang tidur dan bermalas-malasan. Lebih ironis lagi jika malam-malam harinya dihabiskan untuk begadang, melakukan perbuatan yang sia-sia, menonton TV, mengobrol dan bersendau gurau yang tak berguna, atau melakukan permainan lain-lanya. Baru siang harinya digunakan untuk tidur. Lalu dimanakah makna iman di bulan Ramadhan?


Tidur siang memang tidak dilarang, jika dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Tetapi jika dilakukan dalam waktu yang panjang, lalu dimanakah makna puasa, melatih untuk menahan lapar dan merasakan pahit getirnya seperti yang dirasakan para fuqara dan masakin?

Rasulullah shalallahu alaihi wassalam dan para Sahabatnya jika datang bulan Ramadhan, mereka mengisi dengan semakin meningkatkan kualitas dan kuantitas amal shalihnya.

Sejarah mencatat prestasi monumentalnya di bulan yang istimewa ini, yaitu beberapa kali perang jihad di jalan Allah meraih kemenangan.

Tepat tanggal 17 ramadhan meletuslah perang Badar dengan jumlah kaum muslimin tiga ratusan orang sementara pasukan kafir Quraisy Makkah berjumlah sekitar 1.000 orang, tiga kali lebih banyak dari kaum muslimin. Peperangan dahsyat yang akhirnya dimenangkan kaum muslimin.

Peristiwa yang perang jihad lainnya yaitu pembebasan kota Makkah yang terjadi 21 Ramadhan tahun 8 Hijriyah. Kaum muslimin yang dipimpin langsung oleh Rasulullah shalallahu alaihi wassalam ini membersihkan berhala-hala yang telah menodai kesucian Ka’bah, bahkan memaafkan dan membebaskan para tawanan yang tertawan.

Bulan “Jihad”

Sepeninggal Rasulullah shalallahu alaihi wassalam juga banyak peristiwa jihad di bulan yang suci ini.

Ramadhan 92 H, Panglima Thariq bin Ziyad bersama 7.000 pasukan menyebrangi selat Gibraltar untuk membebaskan kota Andalusia di Spanyol. Dengan pidatonya yang terkenal, ”Kita datang ke sini bukan untuk kembali. Kita semua punya dua pilihan, menaklukan negeri dan menetap di sini serta mengembangkan Islam atau kita semua binasa”, Thariq sembari memerintahkan pasukannya untuk membakar kapal dan melawan pasukan Sponyol yang berkuatan 100.000.

Lagi-lagi di bulan suci ini, kaum muslimin memperoleh kemenangan atas pertolongan Allah subhanallahu wataala.

Selain itu, Ramadhan tahun 584 Hijriyah Shalahudin al-Ayubi juga berhasil memporak-porandakan pasukan Salib Eropa yang dipimpin raj Richard III dari Inggris yang terkenal dengan “Hati Singanya”. Dengan kejeniusan Shalahudin raja Richard pun akhirnya tunduk.

Di Indonesia pun, negeri yang kita cintai terjadi peristiwa yang sangat bersejarah sepanjang masa.

Di bulan suci ini, tepatnya 66 tahun yang lalu, Indonesia telah berhasil menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 yang bersamaan dengan 17 Ramadhan 1363 Hijriyah.

Sangat tepat jika dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa kemerdekaan adalah “Atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa…”

Dari beberapa peristiwa di atas dapat diambil kesimpulan bahwa selayaknya kita mempergunakan waktu-waktu di bulan Ramadhan dengan sungguh-sungguh. Kita tidak hanya cukup melaksanakan amalan-amalan yang wajib saja, melainkan amalan yang sunnah pula. Banyak bersedekah, baca al-Qur’an dan shalat Tarawih atau amalan-amalan lainnya. Bulan Ramadhan adalah bulan ibadah dan bulan “jihad” bulan bulan untuk bermalas-malasan. Wallahu a’lam bishshowab.

Penulis adalah mahasiswa STAI Lukmanul Hakim, PP Hidayatullah – Surabaya

Sumber : www.hidayatullah.com