Friday, August 24, 2007

Mengendalikan Harga Minyak Goreng


Normalkan Produksi, Stop Ekspor CPO

GEJOLAK harga minyak goreng mulaih akhir April tiba-tiba melonjak di atas ambang rasional. Dugaan adanya spekulasi berupa penimbunan minyak goreng pun mencuat. Namun, dugaan itu dibantah pemerintah. Kelangkaan itu dinilai sebagai akibat para pemasok bahan baku minyak goreng tergiur dengan limpahan dolar, karena harga Crude Palm Oil (CPO) di pasar dunia lagi meroket.

Produksi sawit saat ini merosot hingga 50 persen, seiring berlangsungnya musim kemarau. Hal ini diduga kuat menjadi penyebab kenaikan harga minyak goreng. Pasalnya, jika pasokan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) berkurang, produksi minyak goreng ikut turun. Akan tetapi, menurut Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan Ardiansyah Parman di Jakarta, pasokan CPO di dalam negeri sangat cukup. Semester pertama 2007, produsen telah memasok 380.000 ton per bulan ke pasar domestik dari kebutuhan 263.000 ton. "Jadi, kenaikan harga minyak goreng benar-benar akibat tekanan harga internasional, bukan karena kekurangan pasokan CPO," katanya.

Menurut Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), H. Akmaluddin Hasibuan, Penurunan produksi buah sawit diperkirakan 10 - 15 % yang mulai berlangsung bulan Agustus ini. Kurangnya produksi akan menyebabkan harga CPO naik sekitar Rp. 7.500,- s/d Rp. 8.000,-/kg bahkan bisa lebih. Diberbagai daerah kenaikan harga minyak goreng ini mendongkrak harga sembako (sembilan bahan pokok), tentunya ini membuat masyarakat sangat susah.

Tahun lalu produksi CPO mencapai 16 juta ton, sedang prediksi tahun ini 17 juta ton lebih dengan adanya penambahan lahan baru. Akibat musim kering basah akan turun 15 % menjadi berkisar 16,4 %. Produksi 16 juta/tahun, angka tersebut berasal dari Riau, Sumut dan SumSel.

Sebenarnya kenaikan harga minyak goreng ini dipicu oleh naiknya harga Crude Palm Oil (CPO) atau biji sawit yang menjadi bahan baku minyak goreng curah di pasar dunia. Ini menggiurkan para pemasok sehingga, ramai-ramai melakukan ekspor. Praktis, pasokan ke pabrik-pabrik minyak goreng curah langka sehingga produksi menurun. Akibatnya, suplay ke pasar pun menurun, sehingga terjadi kenaikan harga.

Untuk memenuhi pasokan kebutuhan dalam negeri, pemerintah telah mengeluarkan imbauan untuk menyetop sementara atau mengurangi ekspor bahan baku minyak goreng curah dan lebih mengutamakan pasokan ke pabrik minyak goreng untuk suplay kebutuhan dalam negeri.

Kalau ternyata tetap melakukan ekspor, pemerintah akan memaksa dengan menempuh langkah menaikkan pajak ekspor. Sehingga, mau tidak mau para pemasok bahan baku ke pabrik minyak goreng memprioritaskan pasokan ke pabrik minyak goreng curah untuk kebutuhan dalam negeri.

Pembatasan ekspor merupakan salah satu strategi agar pabrik minyak goreng bisa berproduksi normal lagi. Dengan normalnya produksi, maka suplay ke pasar melalui distributor dan pengecer bisa lancar.

Imbauan larangan ekspor sementara atau pembatasan ekspor CPO, juga diikuti dengan program operasi pasar. Dalam hal ini pemerintah melalui Pak Wapres, menggelar program stabilisasi harga minyak goreng dengan menyediakan pasokan program stabilitasasi harga sebanyak 100-150 ribu ton untuk lima kota besar (Medan, Jakarta, Semarang, Jatim dan Makassar).

Solusi untuk menstabilkan harga minyak goreng melalui Somestik Market Obligation (DMO), yang mewajibkan 20 % dari produksi produsen CPO atau 3,2 juta volume untuk stabilitas haraga minyak goreng yang ditetapkan Pemerintah agar harga minyak goreng turun. Tentu tidak segampang menerapkan DMO, tentu ada PP (Peraturan Pemerintah) yang mengaturnya. Pengutan ekspor tidak efektif dalam menstabilkan harga minyak goreng dalam negeri adalah bahan baku 80 - 90 % berasal dari CPO, dengan harga CPO di pasar global naik maka berpengaruh pada harga CPO dalam negeri. Volume CPO dalam negeri cukup selain itu karena banyak CPO untuk bio fuel yang mendongkrak harga CPO menjadi sekitar Rp. 7.500/kg.

Menurut Menteri Pertanian, disparitas harga minyak goreng di pasar dengan yang diinginkan pemerintah tersebut terjadi karena desakan harga komoditas minyak kelapa sawit mentah (CPO) yang masih tinggi di pasar internasional. Meski demikian, produsen juga berupaya menjaga kestabilan pasar dalam negeri dengan menyediakan minyak goreng curah dalam jumlah yang cukup.

Bungaran Saragih menjelaskan, upaya menstabilkan harga minyak goreng curah di pasar dalam negeri oleh para pengusaha merupakan bukti mereka tidak hanya mengejar keuntungan. Oleh karena itu, meski tidak ikut serta mengintervensi upaya menstabilkan harga minyak goreng curah, pemerintah tetap mengimbau agar seluruh produsen CPO dan produk turunannya tetap pada komitmennya menjaga pasokan dalam negeri.

"Pemerintah tidak ikut di sana, hanya mengimbau. Jadi, tanpa ada paksaan, mereka dengan sukarela menjaga pasokan dalam negeri," ujar Bungaran. Ditambahkan, hal serupa sudah lama dilaksanakan di Malaysia dan juga telah berhasil. Namun, lanjut Bungaran, Malaysia mRata Kiri Kananemiliki kemudahan dalam melaksanakan program stabilisasi itu karena jumlah penduduk yang sedikit dan produksi sawit yang tinggi.

"Saya pikir itu adalah usaha yang berhasil. Dulu kan ada stabilisasi harga, itu pemerintah yang melakukan dan pemerintah memberikan kepada orang lain. Tetapi, itu kan tidak berjalan dengan baik. Sekarang para pengusaha yang mau melakukan dan dengan cara mereka," imbuh Bungaran.

Mudah-mudahan apa yang telah dilakukan pemerintah dapat setidak-tidaknya menekan harga minyak yang semaikin melambung. Kita harapkan juga peran dari pengusaha dan pabrikan dalam mengatasi masalah ini karena masyarakat yang sebentar lagi akan menghadapi bulan puasa dan lebaran tahun 2007.

Tuesday, August 7, 2007

LAGU INDONESIA RAYA VERSI 3 STANZA


Lagu Indonesia Raya yang kita dengarkan saat ini ternyata bukanlah yang pertama kali dimainkan WR Soepratman. Versi asli lagu kebangsaan itu pun akhirnya ditemukan. Tidak di Indonesia, melainkan di Belanda.

"Saya bersama dengan Tim Air Putih sejak 3 bulan lalu mencari data-data tentang Indonesia yang ada di berbagai server. Di salah satu server yang ada di Belanda, kami menemukan foto yang berisi tentang lagu ini," kata pengamat telematika, Sabtu (4/8/2007).


Ia menjelaskan, versi asli Indonesia Raya ini berjudul 3 stanza atau 3 qouplet. "Lagu ini 3 kali lebih panjang dari yang kita kenal sekarang. Dan masih berbahasa Indonesia dalam ejaan yang belum disempurnakan," jelasnya.

Roy memaparkan, lagu Indonesia Raya versi pertama itu isinya tidak jauh berbeda dengan yang kita dengarkan saat ini. "Isinya persatuan Indonesia, hubungan manusia Indonesia dengan Tuhannya, dan untuk membersihkan jiwa raganya, serta janji masyarakat Indonesia untuk mempertahankan negara ini," bebernya.

Menurut Roy, dirinya juga mendapatkan cukup bukti bahwa lagu 3 stanza ini adalah versi asli dari Indonesia Raya. Bahkan di sejumlah dokumen antara 1928-1945 membuktikan bahwa lagu 3 stanza ini pernah digunakan.

"Ternyata setelah 18 Agustus 1945, lagu yang termuat adalah lagu yang ini," tukas Roy.

Lagu Indonesia Raya yang diklaim versi asli ini pertama kali dipublikasikan oleh surat kabar Sin Po.

Roy Suryo membawa-bawa nama Air Putih (LSM yang konsen di bidang TI) dalam mengungkap temuan Indonesia Raya 3 stanza. Bersama Air Putih-lah Roy mengaku mendapatkan lagu itu.

Namun sumber yang dikenal sangat dekat dan banyak terlibat dalam aktivitas tim Air Putih, menyangkal semua statemen Roy. Sumber itu menyatakan, tidak benar bahwa video 'Indonesia Raya' yang saat ini sedang marak menjadi pembahasan publik adalah hasil temuan Roy Suryo. Bahkan, tak benar bahwa video tersebut awalnya terletak di sebuah server milik universitas di Belanda.

"Sebenarnya, Roy Suryo hanya mengopi harddisk milik salah satu anggota tim Air Putih. Itu pun proses pengopiannya baru beberapa minggu lalu, padahal tim Air Putih sudah memiliki file (video) tersebut beberapa bulan lalu," ujar sumber yang tak ingin disebutkan jati dirinya.

Masih menurut sumber tersebut, sebenarnya file video tersebut bukanlah hasil pelacakan dan pen-download-an dari server di Belanda. "Tim Air Putih memang sempat menemukan sejumlah arsip tua tentang peta Indonesia zaman dahulu di sebuah server di Belanda. Tetapi lagu Indonesia Raya tersebut tidaklah berada di server tersebut," ujar sumber tersebut. Lalu di mana?

"Video lagu Indonesia Raya tersebut didapatkan oleh Air Putih, melalui sebuah link yang awalnya terlacak dari situs www.marhaenis.org," ujar sumber tersebut. Menurutnya, dari situs tersebut sempat ada link yang menuju ke YouTube dan Multiply, berisi video lagu Indonesia Raya tersebut.

"Nah, dari situs YouTube atau Multiply tersebut, file video tersebut di-download oleh teman-teman Air Putih. Baru beberapa bulan kemudian, file tersebut dikopi oleh Roy Suryo," papar sumber tersebut.

Menurutnya, ini berarti menegaskan bahwa tak benar bahwa Roy Suryo adalah pihak pertama yang melacak dan menemukan file video tersebut, dan juga tak benar bahwa file video tersebut ditemukan di server Belanda. O ya, bagi teman-teman yang ingin mendengarkan lagu indonesia raya versi 3 stanza ini dapat diklick link berikut ini : http://www.youtube.com/

Menurut saya dari mana sumber lagu indonesia raya ini berasal tidaklah harus dipermasalahkan. Mengapa hal ini baru dipermasalahkan sekarang? Bukankah kita tahu bRata Kiri Kananahwa lagu Indonesia raya memang telah mengalami revisi atau perbaikan sejak tahun 1945, dan kita tahu bahwa lagu tersebut memang dulunya tidak seperti lagu yang kita nyanyikan sekarang ini. Hanya saja, kita bertanya-tanya mengapa lagu ini baru kita temukan dan ditemukan dari negara orang lain. Mengapa hal ini baru menjadi pembicaraan? Kenapa dulu tidak ada yang mempermasalahkan hal ini? Kemanakah sistem pengarsipan dokumen sejarah bangsa kita? Sejauh mana peranan pemerintah dalam menangani hal ini ? Sampai-sampai dokumen yang begitu penting bisa disebarluaskan oleh orang dari negara lain. Sejarah memang tidak bisa berkata karena sejarah telah berlalu, namun sejarah dapat memberikan pelajaran baru dari pengalaman-pengalaman masa lalu.

Wednesday, August 1, 2007

MEMBANGUN INDUSTRI DENGAN INTELLECTUAL CAPITAL

Beberapa lembaga riset lokal pada umumnya optimis bahwa perekonomian Indonesia 2007 akan makin tumbuh lebih tinggi dibanding 2006. Hasil penelitian beberapa lembaga riset juga mengungkapkan bahwa perekonomian Indonesia 2007 akan ditandai dengan antara lain oleh laju inflasi yang masih bisa dikendalikan, tingkat suku bunga tergolong rendah (suku bungan Sertifikat Bank Indonesia, SBI 1 bulan, di kisaran 10 persen), dan nilai tukar rupiah yang relatif stabil.


Tingkat inflasi dan suku bunga serta stabilitas nilai rupiah, yang diharapkan bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi untuk menyerap tenaga kerja, ternyata tidak demikian kejadiannya. Thus, bisa dikatakan tidak terjadi pertumbuhan industri yang bisa memberikan ladang kerja baru kepada tenaga kerja produktif selama tahuh lalu. Dan ini adalah kenyataan yang harus dihadapi bersama oleh pemerintah dan rakyat.

Shifting produksi ke teknologi
Tidak dipungkiri bahwa sektor riil, pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh kestabilan industri nasional Sebaliknya, majunya industri ditengarai dengan penyertaan modal baik dalam negeri maupun luar negeri, berupa saham maupun kredit jangka menengah panjang.

Kita bisa mengacu pada keberhasilan Taiwan, sebuah negera kecil dengan penduduk tidak lebih dair 22 juta bisa membangun industri dalam negeri berbasih high-tech. Bahkan Amerika dan Japan harus mengakui keunggulan microhip dan memory buatan Taiwan. Juga dari keberhasilan pendahulunya Korea maupun Jepang. Pertumbungan ekonomi mereka didukung olah kekuatan industri nasional berbasis teknologi yang mampu bersaing di pasar global sehingga bisa membantu penambahan angka GDP secara signifikan.

Di dalam mengembangkan high-tech nasional, perlu dibuat peluang dan suasana kondusif bagi PMA untuk investasi industri di Indonesia. Kegiatan seperti ini sudah dilakukan, bahkan pemerintah sudah menyediakan kluster industri di beberapa daerah pembangunan. Hanya saja, semua industri tersebut di atas hanya sanggup menjadi industri berbasis produksi (production based industry). Sehingga lebih menguntungkan PMA industri, karena bisa leluasa memakai tenaga kerja produktif local dengan gaji murah dibanding standar UMR internasional. Kegagalan mendapatkan cipratan teknologi dari PMA industri utnuk pengembangan industri nasional, bisa disebabkan dari beberapa hal sebagai berikut :

Pertama, belum adanya cetak biru industri dan teknologi Indonesia jangka panjang. Kebijakan industri dan teknologi tidak masif, sehingga selalu silih berganti sesuai sistem kekuasaan. Pun demikian, tidak dilakukan proses sosialisasi yang sanggup memberikan arahan strategis industri dan teknologi nasional.

Kedua, meniru dari keberhasilan China, yaitu dengan membuat regulasi agar setiap industri memberikan sharing minimal 30 % dari asetnya baik berupa SDM maupun dana untuk kegiatan new development dan design produk dengan keharusan menyertakan tenaga kerja lokal. Sehingga ketika ada perusahaan asing yang mendirikan pabrik di Indonesia, harus memiliki komitmen paling tidak 30 % staf lokal untuk kegiatan R&D dan Design. Staf lokal ini ditempatkan di dalam negeri maupun di luar negeri tempat PMA berasal.


Industri berbasis knowledge society
Shifting industri berbasis produksi ke industri berbasis teknologi tidak tercapai apabil tidak didukung dengan intellectual capital yang memadai. Dengan kata lain, seperti disampaikan oleh begawa intelektual industri Peter F. Drucker, adalah kemampuan dalam membentuk masyarakat terpelajar atau intellectual capital society. Bila shifting industri berbasis teknologi ini didukung oleh pembentukan intelektualitas oleh masyarakat, maka akan terjadi proses spiral dalam transfer teknologi industri nasional. Sehingga dalam kurun waktu tertentu yang dibatasi oleh kebijakan pemerintah, industri akan bergerak maju secara serempak. Pergerakan industri ini akan didukung oleh kemajuan pengalaman intelektual tenaga kerja nasional (intellectual capital).

Tantangan dan harapan
Industri nasional tiak bisa berjalan tanpa dukungan pertumbuhan ekonomi makro yang sehat, terutama kestabilan dunia perbankan. Sebaliknya, peningkatan pendapatan domestik bruto (PDB), tidak meningkat tanpa ada pertumbuhan sektor riil di sektor industri. Tarik ulur dua kutub ini tidak akan berhenti. Sehingga dibutuhkan komitmen sekaligus disiplin dalam pembentukan masyarakat industri yang sesuai dengan skala ekonomi, dalam koridor ‘scope’ ekonomi, dan seirama dengan kecepatan ekonomi nasional.

Ini menjadi tantangan sekaligus harapan, menyikapi kemelut meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang tidak didukung oleh penurunan inflasi dan penyerapan tenaga kerja. Selamat membangun era baru industri indonesia.



Referensi : Harian Ekonomi Neraca